Sekolah Kehidupan (Langit dan Jurang)

Friday, January 28, 2011

selama saya kerja hampir sebulan ini untuk mengisi liburan kuliah, saya cukup mengalami banyak pelajaran yang bisa diambil. iya loh saya kerja. hehehe untuk pertama kalinya nih. sebenernya hampir tiap sabtu saya ikut bantu2 senior set up perpus di SD-SD negeri, tapi kalo yg kali ini beneran sendiri :) oke balik lagi ke topik.

kalo ditanya kerja apaan saya juga bingung. dibilang pustakawan juga bukan karena tugasnya nggak ngurusin peminjaman/pengembalian buku. kerjaan saya itu cuma membuat klasifikasi buku, call numbernya, lalu memasukkan ke dalam Senayan (salah satu software untuk perpustakaan). jadi jangan tanya saya kalo saya kerja apaan, ga tau jawabannya. hehe

saya itu kerja di sebuah SD --iya SD tapi punya tata perpustakaan yang udah bagus-- Swasta dibilangan Bangka, Kemang, Jakarta Selatan. cukup jauh dari rumah saya yang ada di Jakarta Timur. perjalanan dari rumah ke sekolah ataupun sebaliknya bisa menghabiskan waktu 1,5 jam (kalo gamacet2 banget) jadi pp yaaaaa 3 jam -.- emang deh ya Jakarta suka ngga bisa diprediksi macetnya. bener2 gila2an. itu aja nggak lewat kemang ya, kalo lewat kemang, dih amit2 deh macetnya (ngeluh dikit yaa). saya bolak-balik rumah-sekolah hampir sebulan ini tetep aja masih nggak bisa adaptasi sama jalanan Jakarta yang macet. kebiasaan ke UI lancar jaya aja sih ya, 20 menit naek angkot juga nyampe.

iya-iya baiklah ini udah tambah ngalor-ngidul ngga tau ke mana. dan inilah beberapa pelajaran yang saya tangkap dari Sekolah Kehidupan selama hampir sebulan ini:

*ada satu kisah miris yang terjadi antara ketika di sekolah dengan di jalanan, baik pergi maupun pulang tapi keseringan pas pulang. buat saya ini ngenes abis. disatu sisi (di jalanan) sering banyak pengamen anak2 yang terpaksa harus ikut mencari nafkah untuk kehidupannya. bahkan mereka ngomong bahasa indonesia aja belom lancar. jadi bisa dibayangkan bagaimana nyanyian mereka banyak huruf2 yang miss karena ketidak lancaran mereka, padahal usia mereka kalau saya taksir mungkin setara dengan anak2 usia 8-9 tahun. baju yang mereka kenakan pun sudah tidak layak pakai menurut saya, tapi yah apa mau dikata namanya juga nggak punya biaya untuk beli baju. dan ini berbanding sangaaaattt terbalik dengan keadaan di sekolah tempat saya kerja. di sekolah ini anak2 usia segitu biasanya setara dengan kelas 2,3, atau 4 yang bikin miris adalah bila dijalanan mereka belom lancar berbicara bahkan berbicara bahasa indonesia tapi di sekolah ini anak2 usia segitu udah lancar semua ngomong bahasa inggris. setiap hari pun pulang pergi selalu diantar mobil. pakaian mereka bersih2 bener2 bedaaaa banget sama keadaan di jalan. ini merupakan potret paling jelas yang bisa diliat dari wajah Indonesia saat ini. disatu daerah yang sama, disatu tempat yang sama, ada dua perbedaan yang sangat amat berbeda bagaikan langit dan jurang, kemiskinan dan kekayaan. menurut saya yang paling bertanggung jawab dari ini semua adalah pemerintah. suka heran deh kenapa para anggota dewan banyak yang seolah2 menutup mata sama hal2 seperti ini. padahal hampir kapanpun dan dimanapun mereka udah dikasih "clue" oleh Tuhan mengenai bagian2 apa saja yang harus mereka "perbaiki" karena ini kan tugas mereka. sementara rakyat bisa apa? minimal hanya bisa membantu dengan memberikan koin 500 rupiah atau 1000 mereka. tidak seperti pemerintah yang "mungkin" bisa memberikan mereka rumah yg layak mungkin? atau minimal memberi makan? *oke stop ngomongin pemerintah, suka makin emosi :p*

*yang kedua juga datang dari jalanan. ini antara pengamen dan anak SMA. iyap bisa dibilang antara orang yang "berpendidikan" dan --maaf-- kurang berpendidikan. sekitar tiga hari yang lalu saya pulang seperti biasa naik metro mini. terus di jalan ada dua orang pengamen naek, yaudah mereka ngamen deh tuh. selang beberapa menit kemudian naeklah beberapa anak SMA. gw sih menduga ada yg naek dari belakang, dan tiga orang naek dari depan. yang naek dari depan ini dua orang cewe dan seorang cowok. terus salah seorang cewek ini ngomong sama temennya yang sepertinya dibelakang itu. tau sendiri kan kalo naek metro mini nada suara mesti sekenceng apa? sama orang disebelah aja harus setengah teriak apalagi sama orang yang dibelakang. dan itu lah yang dilakukan bocah SMA itu, dia ngobrol dengan suara yang besar dan khas cerewetnya anak SMA --jujur aja saya juga merasa tertanggu--. nah saya beranggapan kalau pengamen ini agak marah karena suaranya dia teredam sama suara si boma (bocah SMA) ini karena kemudian dia ngomong gini "hargain dong dek saya disini ngamen. nggak pernah diajarin apa di sekolah caranya menghargai orang? saya aja yang pengamen tau, masa situ yang sekolah nggak ngerti." saya masih inget jelas banget itu kata2 si pengamen karena emang menohok banget (kesannya si boma ini nggak punya perilaku yang baik karena teriak2 begitu). dan setelah saya perhatikan mereka2 semua para boma ini adalah anak dari salah satu madrasah aliyah loh. aduuhhh bener2 bikin malu. sekolah di sekolah Islam tapi kelakuan minus banget. yang bikin tambah minus adalah boma2 yang cewek ini nggak pake jilbab dan jilbabnya cuma disampirin gitu doang dipundak. duh bener2 deh, minimal kalo nggak mau make jilbab langsung aja deh masukin ke dalem tas, nggak usah pake disampir2in, nggak malu apa ya ama nama sekolah mereka (dilengan kanan ada bet sekolah mereka). hemmm..

yaahhh itulah beberapa hal yang saya alami selama hampir sebulan ini --nggak tiap hari sih-- tapi cukup sangat memberikan pelajaran.

dimanapun dan kapanpun berlakulah baik dengan orang lain maka orang lain pun akan berlaku baik terhadapmu --gals

-best regards-
gals

You Might Also Like

0 comment